Sebuah Percakapan Antara
Sapi dengan Babi

Alkisah di sebuah desa tinggallah keluarga petani dengan Lima orang anaknya. Keluarga itu memelihara sapi dan babi. Setiap hari sapi dan babi itu dirawat dengan penuh perhatian. Setiap pagi pak tani memerah susu sapi itu untuk diberikan pada kelima anaknya, sehingga mereka tumbuh sehat dan kuat.

Sapi itu diberikan makanan yang terbaik agar menghasilkan susu yang banyak dan berkualitas. Sapi itu juga kadang dipakai oleh pak tani untuk membajak sawah dan menarik pedati, sedangkan babi itu pekerjaannya hanya makan dan tidur sepanjang hari.

Suatu hari babi bertanya pada sapi : “pi, mengapa sih kamu lebih disayang oleh tuan kita, padahal aku sudah bersumpah apa yang ada padaku ketika nanti aku mati akan kuberikan semuanya untuk tuan kita itu?” kata babi itu sambil bersungut-sungut. Sapi menjawab dengan penuh bijaksana : “bi, mengapa aku lebih diperhatikan dan disayang oleh tuan kita? Coba kamu lihat anak-anak tuan kita tumbuh sehat dan kuat, itu semua karena minum susu yang kuberikan setiap hari. Coba kamu lihat juga sawah-sawah tuan kita menjadi subur dan menghasilkan panen yang banyak, itu semua karena aku memberikan tenagaku untuk membajak. Jadi, bedanya antara aku dan kamu adalah kamu memberikan dirimu sesaat setelah kamu mati, sedangkan aku memberikan segala sesuatunya ketika aku masih hidup bahkan saat aku matipun akan aku berikan semua yang kumiliki pada tuan kita. ” Setelah mendengar perkataan sapi itu, si babi akhirnya pergi dengan menundukkan kepalanya.

Esensi terdalam dari profesi yang kita sandang adalah pelayanan, karena apapun profesi kita, melaluinya kita dapat menyumbangkan atau memberikan yang terbaik bagi sesama. Jika masing-masing profesi itu diabdikan untuk pelayanan terhadap sesama, alangkah indahnya hidup bersama. Misalkan profesi sebagai petani menyumbangkan pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi sesama. Profesi guru menyumbangkan ilmu dan pengetahuan yang dikuasainya bagi pencerdasan sesama. Profesi dokter menyumbangkan keahliannya untuk menyembuhkan sesama, dan seterusnya. Semuanya itu hanya dapat kita berikan sewaktu kita masih hidup. Oleh karena itu, marilah selagi kita diberikan waktu dan kesempatan oleh Tuhan di dunia ini perbanyaklah berbuat baik.

Ada pepatah : “gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama.” Artinya, kita diajak untuk meninggalkan atau memberikan segala yang terbaik yang kita miliki bagi sesama kita, sehingga setelah kita mati, jasa dan kebaikan kita dikenang oleh sesama. Bukankah apa yang kita lakukan bagi orang lain juga kita lakukan untuk Tuhan (lih. Mat 25:40.45)? Semua yang kita lakukan di dunia ini akan menjadi ukuran bagi kita kelak di kemudian hari pada saat penghakiman terakhir. Jika sapi saja dapat memberikan yang terbaik pada saat hidupnya bahkan setelah kematiannya mengapa kita tidak bisa?

You cannot copy content of this page. izin-LAH !